اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي هَدَانَا إِلَـى اْلإِيْمَانِ وَ اْلإِسْلاَمِ، وَ أَمَرَناَ بِشَرِيْعَةِ نُسُكِ الْحَجِّ إِلَـى الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ذُو الْعَرْشِ الْعَظِيْمُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ الْهَـادِي إِلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ. وَ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَي النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ – مُحَمَّدٍ – وَ عَلَي آلِهِ وَ صَحْبِهِ الْمُتَمَسِّكِيْنَ بِالدِّيْنِ الْقَوِيْـمِ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ وَ الْمُسْلِمَاتُ رَحِمَكُمُ اللهِ، أُوْصِي بِنَفْسِي وَ إِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ حَقَّ تُقَاتِهِ لِتَـفُوْزُوْا بِالْجَنَّةِ النَّـعِيْمِ، وَ السَّلاَمَةِ مِنَ الْعَذَابِ اْلأَلِيْـمِ. قَالَ اللهُ تَعَالَي فِي كِتَابِهِ اْلكَرِيْمِ: (إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (*) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَ انْحَرْ (*) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ اْلأَبْتَرُ).
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ. اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَ الْحَمْدُ لـِلَّهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَ أَصِيْلاً. لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَ نَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَ هَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَ لَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَ اللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ.
Baca Juga : MENTRANSFORMASIKAN NILAI IBADAH KURBAN KE DALAM PRANATA KEHIDUPAN DUNIA MODERN
Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat Idul Adha yang berbahagia.
Alhamdulillah, di pagi yang cerah ini kita dapat melangkahkan kaki ke tanah lapang ini dengan suasana hati yang bahagia tiada bertepi. Puja dan puji syukur tak habis dipanjatkan untuk Ilahi Rabbi. Hari ini, Rabu, 28 Juni 2023, umat Muslim di seluruh dunia merayakan hari raya Idul Adha 1444 H. Hari raya yang mengingatkan kita semua atas kisah keluarga Nabi Ibrahim alaihi as-salam, ibadah qurban, dan nilai-nilai kehidupan yang penuh dengan kemuliaan. Shalawat dan salam pun senantiasa kita curahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sang penyampai agama Islam dengan risalah rahmatan lil’alamin. Sang pembebas yang membebaskan umat manusia dari gelap menuju cahaya. Pun, ia adalah anak keturunan dari garis Ismail, putra Ibrahim.
Nabi Ibrahim a.s adalah satu di antara lima nabi bergelar ulul azmi di samping Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad Saw. Apa pula sebab gelar ulul azmi itu disematkan? Adalah karena mereka diuji dengan ujian yang berat namun tetap tegar, tabah, kuat, sabar, dan istiqamah untuk menjalankan perintah Yang Maha Rahmah dan menghadapi umat dengan ragam tabiat. Pengorbanan yang amat besar itu, bagi mereka kecil belaka, karena tak ada yang patut “dibesar-besarkan” kecuali Yang Maha Besar.
فَٱصۡبِرۡ كَمَا صَبَرَ أُوْلُواْ ٱلۡعَزۡمِ مِنَ ٱلرُّسُلِ وَلَا تَسۡتَعۡجِل لَّهُمۡۚ
Artinya : Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk mereka. (Al-Ahqaf: 35)
Sebagaimana rasul ulul azmi lainnya, karakter Nabi Ibrahim a.s. tidaklah didapat begitu saja, namun ia mesti melalui ujian kehidupan yang panjang. Dari situ, Ibrahim tampil sebagai sosok Ibrahim yang kita kenal. Ibrahim yang sabar namun pantang surut ke belakang dan terus melangkah ke depan berdasarkan petunjuk Tuhan. Dengan karakter yang kuat itu, ia membangun keluarga yang berkarakter juga. Istri yang salehah, setia, dan sabar. Anak yang saleh, berbakti, dan haliim.
Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat Idul Adha yang berbahagia.
Konsep dasar tentang kepemimpinan dalam perspektif Islam di antara konsep yang ada salah satu konsep adalah yang dirumuskan oleh Prof Syed Muhamamd Naquib al-Attas dan Prof Dr Wan Mohammad Nor Wan Daud dalam buku The ICLIF Leadership Competency Model (LCM) an Islamic Alternatif (Kuala Lumpur): The Intrernational Centre for Leadership in Finance (ICLIF) yang diterbitkan pada 2007. Menurut dua pakar pemikiran Islam itu, kepemimpinan bukanlah semata-mata soal bagaimana mengatur perubahan, tetapi kepemimpinan adalah amanah (trust). Dari konsep amanah inilah, lahir konsep kewajiban dan tanggung jawab.
“Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban,” begitu pesan penting Rasulullah. Karena itu, soal kepemimpinan dalam Islam adalah soal agama, amanah, dan pertanggungjawaban kepada Allah SWT. Bukan semata-mata soal kuasa, tahta, harta, dan tanggung jawab kepada sesama manusia. Bisa dikatakan, pemimpin ideal merupakan dambaan setiap insan, meskipun tak mudah menjumpainya.
Al-Qur'an menyebut Nabi Ibrahim 'alahissalam sebagai sosok pemimpin ideal. Hal itu termaktub dalam QS An-Nahl ayat 120-122. Allah berfirman:
اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ كَانَ اُمَّةً قَانِتًا لِّلّٰهِ حَنِيْفًاۗ وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۙ شَاكِرًا لِّاَنْعُمِهِ ۖاجْتَبٰىهُ وَهَدٰىهُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ وَاٰتَيْنٰهُ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً ۗوَاِنَّهٗ فِى الْاٰخِرَةِ لَمِنَ الصّٰلِحِيْنَ
Artinya : Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shaleh, (QS An-Nahl ayat 120-122)
Kepemimpinan Nabi Ibrahim 'alahissalam ditegaskan langsung oleh Allah SWT dalam ayat itu dengan menyebutnya sebagai ummah. Ibnu Mas'ud dan Ibnu Umar dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa lafadz ummah pada QS An-Nahl ayat 120 itu bermakna pemimpin yang dijadikan teladan dan mengajarkan kebaikan kepada manusia. Kepemimpinan ini menyebabkannya sukses di dunia dan akhirat. Nabi Ibrahim 'alahissalam menjadi orang yang terpilih dan ditunjuk Allah kepada jalan kebenaran.
Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat Idul Adha yang berbahagia.
Tiga Kriteria Utama Nabi Ibrahim 'alahissalam. Nabi Ibrahim 'alahissalam disebut sebagai imam, karena memiliki tiga kriteria utama. Pertama, qânit lillah yang bermakna tunduk kepada Allah. Syekh Allamah Ar-Raghib Al-Ashfahani dalam Mu’jam Mufradat Alfazh Al-Qur'an menjelaskan bahwa qânit yang asal katanya qunût berarti luzûmut-tha'ah ma'al khudu' atau senantiasa taat dan tunduk. Dengan kata lain, tidak pernah menyimpang dan membantah titah-Nya. Lebih-lebih sampai meragukan dan mengingkari keberadaan-Nya. Nabi Ibrahim 'alahissalam 'alahissalam jauh dari sifat skeptis, relativis, gnostis, dan pluralis dalam berkeyakinan kepada Allah. Demikian juga jauh dari sikap culas dan maksiat dari perintah dan larangan-Nya.
Kedua, hanîf yang berarti lurus dalam jalan kebenaran. Makna asal dari hanîf atau hanaf ini, sebagaimana dikemukakan Ar-Raghib, sama dengan janaf yakni : berbelok atau menyimpang. Bedanya, hanîf atau hanaf menyimpang dari kesesatan menuju kebenaran, sementara janaf menyimpang dari kebenaran menuju kesesatan (lihat QS Al-Baqarah: 182). Pengertian hanîf ini diperkuat dengan penegasan Allah dalam ayat itu yakni wa lam yakun minal musyrikin yang artinya tidak pernah termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah. Karena itu, dengan tegas Ibnu Katsir menyatakan bahwa maksud hanîf adalah menyimpang dari syirik menuju tauhid. Hanif adalah kejujuran dan keterusterangan untuk hanya mengakui Allah sebagai satu-satunya Tuhan, dan mengakui Ad-Dinul Islam sebagai jalan kebenaran, meski harus berbeda dan berselisih dengan orang lain yang berbeda keyakinan dan agama (QS Al-Mumtahanah: 4). Tujuh ayat yang menyatakan hanîf dalam Al-Qur'an selalu disertai dengan pernyataan muslim dan tidak termasuk golongan musyrik (Lihat QS Al-Baqarah: 135, Ali ‘Imran: 67 dan 95, Al-An’am: 79 dan 161, An-Nahl: 120 dan 123).
Ketiga, syukur. Maksud kata ini, sebagaimana dijelaskan Ar-Raghib adalah mengakui nikmat dan memperlihatkannya. Mengakui nikmat adalah dengan hati, sementara memperlihatkannya melalui lisan dan amal perbuatan. Nabi Ibrahim seorang yang bersyukur kepada nikmat-nikmat Allah SWT. Hatinya senantiasa mengakui keagungan-Nya, lisannya tidak pernah kering dari pengakuan akan nikmat-nikmat-Nya, dan amalnya tidak pernah menyimpang dari tuntunan-Nya. Sosok pemimpin seperti Nabi Ibrahim As jelas jauh dari sifat zalim, korup, dan permusuhan. Nikmat berupa sumber daya alam yang melimpah pasti akan dipergunakan sebagaimana peruntukannya, bukan malah dijadikan lahan korupsi. Nikmat jabatan juga tidak digunakan untuk memperkaya diri dengan melupakan rakyatnya, tetapi akan digunakan untuk mengabdi dengan penuh amanah. Ketiga kriteria di atas menggambarkan sosok pemimpin yang berkarakter kuat yakni lurus dalam akidah serta mantap dalam ibadah dan akhlak.
Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat Idul Adha yang berbahagia.
Pemimpin lahir dari proses ujian yang berat. Allah menegaskan dalam QS Al-Baqarah ayat 124 bahwa Nabi Ibrahim dijadikan pemimpin karena telah berhasil melalui proses ujian yang berat. Kalaupun Nabi Ibrahim meminta agar keturunannya juga dijadikan para pemimpin, Allah tetap menegaskan bahwa mereka harus berhasil melewati ujian-ujian terlebih dulu dengan tidak gagal (baca: zalim).
وَاِذِ ابْتَلٰٓى اِبْرٰهٖمَ رَبُّهٗ بِكَلِمٰتٍ فَاَتَمَّهُنَّ ۗ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًا ۗ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ ۗ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى الظّٰلِمِيْنَ
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim”. (QS Al-Baqarah ayat 124)
Sahabat Ibnu Abbas menjelaskan, Allah telah menguji Nabi Ibrahim As dengan thahârah: lima di kepala dan lima di badan. Di kepala yaitu mencukur kumis, berkumur-kumur, menghirup air ke hidung, menggosok gigi, dan bersisir rambut. Di badan berupa memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, khitan, mencabut bulu ketiak, dan mencuci bekas buang air dengan air (Tafsir Ibnu Katsir). Meski demikian, menurut para ulama tafsir, tidak berarti bahwa ujian Nabi Ibrahim itu hanya thahârah saja, ini hanya sebagian ujiannya saja. Para ulama tafsir umumnya menafsirkan kalimât yang merupakan bentuk ujian dalam QS Al-Baqarah ayat 124 itu dengan ‘semua perrintah dan larangan’.
Jika merujuk pada ayat-ayat Al-Qur'an yang menceritakan tentang Nabi Ibrahim, Allah telah menguji dengan berbagai ujian yang berat. Pertama, berkorban dengan diri sendiri ketika harus berhadapan dengan ayah dan kaumnya yang musyrik, bahkan sampai harus menghadapi hukuman dibakar hidup-hidup (QS Al-Anbiya: 51-69). Kedua, berkorban dengan keluarga ketika harus meninggalkan anak istrinya di Bakkah (QS Ibrahim: 37). Ketiga, berkorban dengan anak ketika harus menyembelih Isma’il (QS As-Shaffat: 102-107). Keempat, berkorban dengan harta dan tenaga ketika harus membangun Masjidil Haram (QS Al-Baqarah: 125-127). Hanya sedikit yang mampu lulus dari ujian-ujian seperti yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim. Jika dirumuskan dengan singkat, ciri kepemimpinan Nabi Ibrahim itu dibangun dengan konsep dasar yang kuat, yaitu keimanan yang kokoh dan semangat pengorbanan yang tinggi. Keimanan yang kokoh mampu mengantarkan Nabi Ibrahim ke tingkat pengorbanan yang agung. Demi idealisme, menegakkan Tauhid, Nabi Ibrahim rela diaci-maki kaumnya sendiri. Ia ikhlas berhadapan dengan keluarganya sendiri dan tak surut langkah saat raja dan kaumnya mengusirnya. Demi keyakinan, Nabi Ibrahim berani melangkah ke dalam kobaran api.
Karena itulah, keyakinan (conviction) akan kebenaran dan ketinggian cita-cita wajib dimiliki seorang pemimpin. Sebab, hanya dengan keyakinan, seorang mampu meraih cita-cita besar. Penyair legendaris Pakistan, Dr Mohammad Iqbal menulis dalam puisinya Bal-e-Jibril yang berisi tentang bahaya pendidikan barat modern yang berdampak terhadap hilangnya keyakinan kaum muda Muslim terhadap agamanya. Hilangnya keyakinan dari diri seorang manusia, kata Iqbal, adalah lebih buruk dari perbudakan. Keyakinanlah yang telah menjadikan seorang Ibrahim dengan tenang memasuki kobaran api. Keyakinanlah yang memungkinkan seorang mampu mencapai derajat yang tinggi berupa pengorbanan diri. Iqbal mengingatkan: Wahai Anda, yang telah jadi korban peradaban modern! Ingatlah, hilang keyakinan lebih buruk dari perbudakan! “Conviction enabled Abraham to wade into the fire; conviction is an intoxicant which makes men self-sacrificing; Know you, oh victims of modern civilization! Lack of conviction is worse than slavery.” (Mazheruddin Siddiqi, The Image of the West in Iqbal, (Lahore: Baz-i-Iqbal, 1964).
Kaum Muslimin dan Muslimat Jamaah Shalat Idul Adha yang berbahagia.
Berbagai perilaku arogan yang dipertontonkan oleh orang-orang zalim di dunia saat ini adalah akibat dari kelemahan orang-orang shaleh. Praktik-praktik buruk seperti korupsi, kolusi, nepotisme, dan berbagai ketidakadilan dalam pemerintahan yang dilakukan orang-orang zalim adalah akibat dari lemahnya orang-orang shaleh. Karena itu, orang-orang beriman haruslah memilih orang shaleh yang memiliki visi dan misi kepemimpinan sebagaimana misi kepemimpinan Nabi Ibrahim, yakni misi dakwah dan reformasi di semua sektor kehidupan. Barangsiapa memilih orang zalim sebagai pemimpinnya, maka ia ikut bertanggung jawab atas semua kezalimannya di hadapan mahkamah Allah dan bertanggung jawab juga kepada rakyat.
Untuk memilih pemimpin yang shaleh, kita dapat melihat rekam jejak kepribadiannya di masa lalunya. Secara vertikal, ia harus baik hubungan ibadahnya kepada Allah. Sementara secara horizontal, ia selalu berbuat adil, bijaksana, penuh kasih sayang, dan berakhlak baik kepada sesama manusia. Karena atas dasar inilah, Nabi Ibrahim dipilih Allah sebagai imam bagi semua manusia. Hanya dengan kejelian dan penuh rasa tanggung jawab kita dalam memilih pemimpin yang shaleh, beriman dan bertakwa serta memiliki dedikasi yang tinggi kepada Sang Pencipta, di samping berakhlak mulia dan penuh kepedulian kepada sesamanya. Negeri ini diharapkan dapat keluar dari krisis multidimensi dan menjadi negeri yang penuh berkah dan maghfirah dari Allah, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Akhirnya, marilah kita berdoa kepada Allah SWT dengan merendahkan diri serendah-rendahnya di hadapan-Nya dan senantiasa mengharapkan keridhaan-Nya.
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَـمِيْنَ، حَمْدَ النَّاعِمِيْنَ، حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ، حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَ يُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، رَبَّـنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَ عَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَي نَبِيِّكَ وَ رَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ الطَّاهِرِ الزَّكِيِّ وَ عَلَي آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَ أَصْحَابِهِ الْمُتَّـقِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ، وَ الُمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَ اْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ، فَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ، وَ يَا مُجِيْبَ السَّائِلِيْـن. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْـتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّـا وَ اغْفِرْ لَنَا وَ ارْحَمْنَا، أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ . رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَ هَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَة،ً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ . رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَ هَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا .رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَ صِيَامَنَا وَ نُسُكَنَا، إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَ تُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ .رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ . سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِـزَّةِ عَمَّا يَصِـفُوْنَ، وَ سَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِـيْنَ، وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
umum muhammadiyah daerahBERITA TERKAIT
