Oleh : Siti Khuzaiyah, SST, M.Kes*
Remaja adalah sosok yang identik dengan fase perkembangan, pergolakan
pikiran, pergolakan batin, dan fase yang penuh tantangan. Remaja idealnya
menjalani hari-harinya di bangku sekolah atau kuliah sebagai proses
mengembangkan potensi diri mereka. Namun, sayang sekali akhir-akhir ini kasus
kehamilan remaja di Indonesia terus mencuat. Kehamilan remaja dapat terjadi
karena memang remaja menikah muda dan merencanakan hamil di usia muda. Faktor
lain pemicu kehamilan remaja adalah adanya pergaulan (baca: seks) bebas di
kalangan remaja yang menyebabkan remaja
hamil di luar nikah. Kehamilan remaja pada akhirnya akan membawa pada kelahiran
usia remaja dan menciptakan ibu yang beusia remaja juga. Tidak jarang juga
kasus kehamilan remaja berakhir pada penguguran kandungan tidak aman,
pembuangan bayi ataupun pembunuhan bayi.
Sebagaimana diketahui, usia remaja cenderung belum matang baik secara fisik maupun psikis. Sementara, kondisi hamil akan membawa banyak perubahan fisik dan psikis yang semua itu harus ditanggung oleh seorang remaja manakala mereka hamil. Pada kondisi seperti ini, kehamilan remaja membawa dua beban ganda sekaligus bagi remaja. Pertama mereka harus menyelesaikan tugas perkembangan remaja yang belum tuntas. Kedua, mereka harus menjalankan peran dan perubahan baru akibat kehamilan yang dialami.
Baca Juga : Pijat Bayi: Bermanfaat atau Berbahaya?
Perubahan dan dampak kehamilan remaja
Kelahiran dan mengasuh anak membawa perubahan fisik dan psikologis
pada ibu. Perubahan fisik meliputi bentuk rahim, payudara, sistem peredaran
darah, sistem pencernaan, serta perubahan terkait sistem hormone. Adanya
perubahan hormon pada ibu hamil juga
membuat ibu mengalami ketidaknyamanan psikologis dan memicu timbulnya
stress pada ibu hamil1.
Perubahan psikologis Ibu dengan usia remaja akan berbeda dengan ibu yang sudah matang secara usia. Remaja yang hamil di usia 15-19 tahun mengalami stress, depresi, berhenti sekolah bahkan melakukan penganiyaan terhadap bayi. Lebih lanjut, Kemkes menyebutkan bahwa kehamilan pada usia remaja rentan mengalami kelahiran dengan bayi premature, berat badna lahir rendah (BBLR) dan perdarahan persalinan3.
Selain berdampak pada saat kehamilan, kehamilan usia remaja juga
rentan mengalami masalah pada saat masa nifas dan menyusui.
Pada ibu remaja cenderung hanya memiliki pengetahuan pada taraf cukup
(70,8%) terkait dengan perawatan payudara, belum mencapai taraf baik4.
Secara psikologis, ibu nifas usia remaja memiliki resiko 13,11 kali lipat lebih
besar menderita postpartum blues dibanding ibu dewasa5. Lebih
lanjut, kajian terhadap adpatasidiri pada remaja yang menjadi ibu menunjukkan
bahwa remaja belum dapat menyesuaikan dirinya setelah memiliki anak karena
semua kebutuhan masih bergantung kepada orangtua6. Jika mengalami
post-partum blues,remaja juga rentan mengalami gangguan aktivitas pasca
melahirkan, bayi menangis terlalu lama, dan bayi mengalami sulit tidur di malam
hari7.
Bagaimana sikap masyarakat, orangtua, dukun, dan bidan terhadap ibu hamil usia remaja?
Terlepas dari adanya stigma negative terkait kehamilan remaja
(khususnya jika remaja hamil di luar nikah), segala bentuk dukungan sangat
dibutuhkan.
Berdasarkan paparan kondisi di atas, maka peran keluarga,
khususnya pasangan dan juga orangtua sangatlah besar dalam membantu remaja
mencapai peran sebagai ibu. Budaya Indonesia dimana orangtua, khususnya ibu,
seringkali menemani anaknya pada hari-hari awal melahirkan ternyata memberikan
dampak positif kepada anak. Dukungan keluarga memiliki hubungan yang positif terhadap
suksesnya pencapaian peran ibu, khususnya pada ibu bagi remaja yang baru
melahirkan pertama kali8.
Jika di daerah tempat tinggal ibu remaja masih ada dukun beranak atau dukun bayi (yang biasanya menjadi tempat konsultai ibu hamil di desa terpencil), maka peran dukun bayi juga sangat penting. Dalam tradisi Indonesia, dukun bayi berperan dalam memijat ibu dan bayi setelah persalinan, membantu ibu dalam menangani bayi setelah dilahirkan, serta memberikan nasihat-naishat kepada ibu tentang kesehatan ibu dan anak9. Maka, jika dukun bayi menemukan kasus remaja hamil, dukun harus lebih aktif lagi menasihati dan mendorong ibu hamil remaja untuk periksa secara rutin ke bidan atau ke puskesmas. Jangan membiarkan remaja tidak periksa dan “ikut menyembunyikan” kehamilan remaja .
Dari sisi bidan sebagai pelayan primer kesehatan ibu dan anak,
bidan harus memiliki wawasan luas dan sikap bersahabat terhadap ibu hamil usia
remaja. Bidan tidak perlu ikut menghakimi seorang remaja yang hamil, karena
penghakiman dan cacian yang dilontarkan kepada remaja yang sedang hamil tidak
akan pernah memcahkan masalah, namun justru menghadirkan masalah baru. Ya, ibu
usia remaja yang dicaci, direndahkan dan diberlakukan dengan tidak ramah
cenderung takut, stress, serta malas datang lagi periksa ke pelayanan kesehatan
sehingga hal ini akan membahayakan baik bagi ibu maupun janin yang
dikandungnya.
Terakhir, dari sisi masyarakat umum. Berhentilah turut menghakimi
remaja yang hamil. Memang, remaja yang hamil (apalagi hamil di luar nikah)
adalah sesuatu yang kurang sesuai dengan norma budaya Indonesia. Namun, jika
kehamilan remaja sudah terlanjur terjadi, maka tugas kita hanyalah menerima
kondisi remaja hamil tersebut, mendukung dia, dan memberikan nasihat positif
agar terus menjaga kesehatan ibu dan bayi yang dikandungnya.
Dengan berbagai dukungan dari seluruh lapisan masyarakat ini
harapannya kehamilan remaja akan mendapatkan layanan kesehatan optimal,
mengurangi resiko aborsi/pengguguran kandungan, serta membantu ibu usia remaja
dalam mencapai peran sebagai seorang ibu.
*Penulis
adalah bidan, dosen kebidanan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan dan peneiliti di bidang kesehatan. Penulis
yang memiliki 3 anak ini juga merupakan Ketua Pimpinan Daerah Nasyiatul
Aisyiyah Kab Pekalongan Jawa Tengah. Penulis aktif melakukan penelitian
terhadap remaja. Penulis dapat dihubungi melalui email bidankhuzaiyah@gmail.com, atau melalui instagram @bidan_sitikhuzaiyah_yayah ,
facebook: Khuzaiyah Nasima
Sumber :
[1] Sukarta, Asnah & Yuliana. 2018. Pengetahuan Ibu hamil tentang Perubahan dan Adaptasi Psikologi Trimester III. Jurnal Ilmiah Kesehatan Iqra. Vol 6 No 2 hal. 104-111[2] Hanum, SMF., 2015. Dampak Psikologis pada kehamilan remaja (Studi Eksplorasi di Desa Watutulis Prambon Sidoarjo). Jurnal Midwiferia. Vol.1. No.2. hal 93-104[3] Kementrian Kesehatan. 2017. Inilah Resiko Hamil di Usia Remaja. http://www.sehatnegeriku.kemkes.go.id[4] Awaliya, A.F., Pujianti, AH., Amilia, R., 2019. Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Usia Remaja tentang Perawatan Payudara di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Karang Tahun 2019. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Mataram
[5] Armantika, SI., Duhita, F., Tasmini. 2018. Hubungan Nifas Usia Remaja dengan Kejadian Postpartum Blues pada Ibu Nifas. Universitas Gajah Mada: Tugas Akhir DIV Pendidik
[6] Ariyani, Mita., Kamilia, fadhilah. 2015. Penyesuaian Diri pada Remaja yang Menjadi Ibu. Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi. Vol4 No.1 April 2015.hal 18-22
[7] Oktriani, Isni. 2017. Perilaku Baby Blues Syndrome pada Obu Pasca Melahirkan di Keluarahan Sekaran Kecamatan Gunung Pati. Skripsi. Semarang: UNNES
[8]
Trisetyaningsih, Y.,
Lutfiyati, A., Kurniawan, SP. 2017. Dukungan Keluarga Berperan Penting dalam
Pencapaian Peran Ibu Primipara. Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol.08 No.01
januari 2017
BERITA TERKAIT
