UMKM Pangan: Padi Dan Beras
Bakda Ashar kami sengaja keluar mengendarai mobil. Selain melihat dari dekat arus mudik pantura yang sangat padat, sekalian ngabuburit menjelang buka puasa. Adzan maghrib berkumandang tatkala sampai di depan Pabrik Gula Cepiring. Akhirnya saya putar haluan dan mampir di rumah teman yang sudah 25 tahun menekuni bisnis perbenihan padi dan bawang merah.
Alhamdulillah kami bisa buka puasa dengan segelas teh hangat, kurma dan “pistuban” kudapan berbungkus daun pisang dan berbahan pisang, kolang-kaling yang diberi santan, sangat menyegarkan. Setelah jamaah maghrib kami diskusi ngobrol seputar dunia perbenihan padi. Kapasitas produksi benih padi milik teman kami sebanyak 500-1000 ton per tahun. Lebih kurang 5-6 persen kebutuhan benih padi di Jawa Tengah.
Luasan Lahan dan Panen
Berdasarkan data BPS Jateng, luas panen padi tahun 2022 sebanyak 1,69 juta hektar dengan produksi Gabah Kering Giling (GKG) 9,36 juta ton. Jika dikonversi beras menjadi 5,38 juta ton. Ada penurunan sebesar 8,04 ribu hektar atau 0,47 persen dibanding tahun 2021 sebanyak 1,70 juta hektar. Atau terjadi penurunan sebanyak 262,21 ribu ton (2,73%) dibandingkan tahun 2021 sebesar 9,62 juta ton GKG.
Produksi beras Jateng tahun 2022 untuk konsumsi pangan sebanyak 5,38 juta ton, menurun 150,79 ribu ton dibandingkan produksi beras 2021 sebanyak 5,53 juta ton. Angka ini sudah termasuk kebutuhan beras untuk melaksanakan zakat fitrah kaum muslim se Jawa Tengah.
Sebagaimana kita tahu bahwa luasan baku sawah Jateng berada di posisi ke-2 dibawah Jawa Timur. Dua provinsi penghasil beras teratas nasional yang surplus dan menjadi pemasok bagi kebutuhan beras nasional. Provinsi penghasil beras nasional lainnya yaitu Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Utara, Aceh, Banten dan NTB.
Secara geografis pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Bali dan Lombok merupakan pulau yang paling cocok untuk budidaya padi. Jikalau ada usaha untuk mengembangkan pangan berbasis tanaman padi pada lahan gambut atau membuat food-state berbasis padi di luar ke-5 pulau itu, boleh dibilang ahistoris dan hampir dipastikan menemui kegagalan.
Berdasarkan data BPS Jateng, puncak panen padi berada di bulan Maret, lalu Juni dan Juli. Pada tahun 2023, Supround Satu (Januari-April) luas panen padi Jateng diperkirakan seluas 0,74 juta hektar. Mengalami penurunan dari Supround Satu 2022 sebanyak 1,8 persen. Luas panen Januari 2023 mencapai 0,06 juta hektar dan potensi panen sepanjang Februari hingga April 2023 diperkirakan seluas 0,68 juta hektar.
Pada Januari 2023, produksi padi diperkirakan 0,36 juta ton GKG dan potensi produksi sepanjang Februari-April akan mencapai 3,98 juta ton GKG. Dengan demikian total potensi produksi padi Supround Satu 2023 mencapai 4,35 juta ton GKG. Mengalami penurunan 12,75 ribu ton GKG dibanding tahun 2022 sebanyak 4,36 juta ton GKG.
Dari data tersebut setidaknya kita menjadi sedikit tahu pola panen padi dan Aram (Angka Ramalan) potensi luas areal sawah dan banyaknya panen padi, sehingga menyebabkan lonjakan harga beras seperti terjadi beberapa bulan lalu di Jateng. Kami menengarai menurunnya luas areal padi diantaranya dipacu oleh meningkatnya konversi lahan sawah menjadi kawasan pemukiman, kawasan industri dan pembangunan infrastruktur jalan tol trans Jawa.
Faktor Produktivitas Padi
Besarnya produktivitas padi dipengaruhi beberapa faktor, antara lain : luas lahan sawah (irigasi teknis/setengah teknis/ tadah hujan), benih unggul, air/pengairan, saprotan (pupuk, pestisida, dsb), teknologi dan iklim. Dalam perspektif budidaya terdapat 2 cara untuk meningkatkan produktivitas padi sawah yaitu ekstensifikasi dan intensifikasi.
Benih atau bibit padi menjadi salah satu faktor yang menentukan. Ketersediaan benih unggul padi selama ini lebih banyak dicukupi oleh kalangan petani sendiri atau penyedia benih swasta. PT Sang Hyang Seri (SHS) yang merupakan gabungan 2 BUMN Pangan—PT SHS dan Pertani— hanya mampu menyediakan sebagian kecil kebutuhan benih padi petani. Perkiraan kami hanya sebesar 10-15 persen. Sisanya dipasok oleh Balai Benih Tanaman Pangan/Padi Pemerintah Provinsi Jateng yang tersebar di beberapa lokasi/kabupaten dan paling banyak dipasok oleh para pemulia bibit padi tersertifikasi SNI yang jumlahnya sekitar 9 perusahaan se Jateng. Hal mana bisa kita telusuri dari laman E-katalog.
Kondisi itu berbanding lurus dengan penguasaan beras cadangan pemerintah yang diemban Bulog sebesar 7-8 persen dari total kebutuhan beras konsumsi masyarakat. Disinilah peluang perlunya dibangun “Bulog Daerah” dan “Lumbung Pangan Masyarakat” oleh stakeholders perberasan untuk berperan aktif dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
Sebagai gambaran, jika satu hektar sawah membutuhkan benih padi 30 kilogram, maka 1,69 juta hektar (luas tanaman padi Jateng tahun 2022) butuh benih padi sebanyak 57.333 ton. Apabila diasumsikan petani membeli benih sekali dan membuat benih sendiri untuk 2 kali panen berikutnya, maka dibutuhkan 18.777 ton benih padi. Jika PT SHS dan Balai Benih Pemprov Jateng hanya mampu menyediakan 30 persen (6.259 ton), maka sisa kebutuhan benih padi sebanyak 12.518 ton musti diproduksi secara kolaboratif dengan para pemulia benih padi yang sudah tersertifikasi SNI. Sebagaimana yang terjadi selama ini dan telah berlangsung lama.
Disinilah peran UMKM Pangan, sub bidang pertanian tanaman pangan, khususnya penyedia benih padi tersertifikasi SNI dibutuhkan. Semoga ke depan, LP-UMKM Muhammadiyah Jawa Tengah bisa menjadi bagian integral dan sinergi bagi terwujudnya ketahanan dan kemandirian pangan, sebagai mitra penyedia benih unggul Inpari-3 bagi petani di Jawa Tengah.
Wallahua’lam
Malam Lailatul Qadar : 19/04/2023
*) Pemerhati Pangan, Ketua LP-UMKM PWM Jateng.