وَاِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِاَحْسَنَ مِنْهَآ اَوْ رُدُّوْهَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيْبًا ( النساۤء : ٨٦)
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu. (QS. An-Nisa’ ayat 86)
Apabila seorang muslim mengucapkan salam kepada kalian, maka balaslah salamnya itu dengan salam yang lebih baik darinya, atau balaslah ia dengan salam yang sama. Salam lebihan hukumnya sunat, dan salam yang semisal hukumnya fardhu.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami dari Salman Al-Farisi yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu ia mengucapkan, “Assalamu ‘alaika, ya Rasulullah (semoga keselamatan terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah).” Maka Rasulullah Saw. menjawab: Semoga keselamatan dan rahmat Allah terlimpahkan atas dirimu.
Kemudian datang pula lelaki yang lain dan mengucapkan, “Assalamu ‘alaika, ya Rasulullah, warahmatullahi (semoga keselamatan dan rahmat Allah terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah).” Maka beliau Saw. menjawab: Semoga keselamatan dan rahmat serta berkah Allah terlimpahkan atas dirimu.
Lalu datang lagi lelaki yang lain dan mengucapkan, “Assalamu ‘alaika, ya Rasulullah, warahmatullahi wabarakatuh (semoga keselamatan, rahmat Allah, dan berkah-Nya terlimpahkan kepadamu, wahai Rasulullah).” Maka Rasulullah Saw. menjawab: Hal yang sama semoga terlimpahkan kepadamu.
Maka lelaki yang terakhir ini bertanya, “Wahai Nabi Allah, demi ayah dan ibuku yang menjadi tebusanmu, telah datang kepadamu si anu dan si anu, lalu keduanya mengucapkan salam kepadamu dan engkau menjawab keduanya dengan jawaban yang lebih banyak dari apa yang engkau jawabkan kepadaku.” Maka Rasulullah Saw. bersabda: Karena sesungguhnya engkau tidak menyisakannya buatku barang sedikit pun, dan Allah Swt. telah berfirman, “Apabila kalian diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik darinya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa),” maka aku menjawabmu dengan salam yang serupa.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami, dari Imran ibnul Husain yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu mengucapkan, “Assalamu ‘al’aikum, ya Rasulullah,” lalu Rasulullah Saw. menjawabnya dengan jawaban yang sama, kemudian beliau duduk dan bersabda, “Sepuluh.” Kemudian datang lelaki lainnya dan mengucapkan, “Assalamu ‘alaikum warahmatullahi, ya Rasulullah,” lalu Rasulullah Saw. menjawabnya dengan jawaban yang sama, kemudian duduk dan bersabda, “Dua puluh.” Lalu datang lelaki lainnya dan bersalam, “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,” maka Nabi Saw. membalasnya dengan salam yang serupa, kemudian duduk dan bersabda, “Tiga puluh.”
Ayat ini menjelaskan tentang Perintah untuk berlaku sopan santun dalam pergaulan, agar terpelihara hubungan persaudaraan dengan jalan mengadakan tata tertib yang dilakukan ketika bertemu dengan seseorang. Seseorang harus membalas penghormatan yang diberikan kepadanya berupa salam yang diterimanya dengan balasan yang setimpal atau dengan cara lebih baik.
Balasan yang setimpal atau yang lebih baik dapat berbentuk ucapan yang menyenangkan atau dengan suara yang lemah lembut atau dengan gerak-gerik yang menarik hati, memperhatikan kehidupan dalam menegakkan sopan santun yang memperkuat hubungan persaudaraan antara sesama mereka. Allah memperhatikan segala sesuatu termasuk memperhatikan kehidupan manusia dalam menegakkan sopan santun yang bisa memperkuat hubungan persaudaraan antara sesama mereka.
Sejalan dengan ayat itu terdapat hadis-hadis sebagai berikut.
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Hendaklah orang yang berkendaraan memberi salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, kelompok orang yang sedikit memberi salam kepada kelompok yang banyak, kelompok orang yang muda memberi salam kepada kelompok yang tua.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ؟ قَالَ : تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma bahwa ada seorang yang bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Apakah (amal dalam) Islam yang paling baik? Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Yaitu) kamu memberi makan (orang yang membutuhkan) dan mengucapkan salam kepada orang (Muslim) yang kamu kenal maupun tidak kamu kenal”[HR. Bukhari dan Muslim].
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan mengucapkan salam kepada setiap Muslim yang dikenal maupun tidak dikenal, karena ini termasuk amal kebaikan yang paling utama dalam Islam dan sebab besar untuk masuk Surga, dengan taufik dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلا تُؤْمِنُونَ حَتَّى تَحَابُّوا أَفَلا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلامَ بَيْنكُم
Kalian tidak akan masuk Surga sampai kalian beriman (dengan benar) dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai (karena Allâh Azza wa Jalla ). Maukah kalian aku tunjukkan suatu amal yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai ? Sebarkan salam di antara kamu”[HR. Muslim].
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat motivasi besar untuk mengucapkan dan menyebarkan salam kepada semua kaum Muslimin, yang kita kenal maupun tidak”
عَنْ أَبِى أَيُّوبَ – رضى عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى وسلم – قَالَ « لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ ، يَلْتَقِيَانِ فَيَصُدُّ هَذَا ، وَيَصُدُّ هَذَا ، وَخَيْرُهُمَا الَّذِى يَبْدَأُ بِالسَّلاَمِ »
Dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Tidak halal bagi seorang muslim memboikot saudaranya lebih dari tiga hari. Jika bertemu, keduanya saling cuek (berpaling). Yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Bukhari no. 6237).
Ada Beberapa Mutiara Faidah Yang Dapat Kita Petik Dari Hadits Ini:
1. Makna yang terkandung dalam hadits ini adalah “Janganlah kamu mengkhususkan ucapan salam kepada orang tertentu karena kesombongan atau berpura-pura menampakkan kebaikan, tapi ucapkanlah salam dalam rangka mengagungkan syi’ar-syi’ar (lambang kemuliaan dan kebesaran) Islam dan mempertimbangkan persaudaraan sesama Muslim.
2. Mengkhususkan pengucapan salam hanya kepada orang yang dikenal adalah perbuatan buruk dan termasuk tanda-tanda datangnya hari Kiamat. Bukhari mengeluarkan sebuah hadits pula dalam Adabul Mufrod dengan sanad yang shahih dari Ibnu Mas’ud.
Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dia melewati seseorang, lalu orang tersebut mengucapkan, “Assalamu ‘alaika, wahai Abu ‘Abdir Rahman.” Kemudian Ibnu Mas’ud membalas salam tadi, lalu dia berkata,
إِنَّهُ سَيَأْتِي عَلَى النَّاس زَمَان يَكُون السَّلَام فِيهِ لِلْمَعْرِفَةِ
“Nanti akan datang suatu masa, pada masa tersebut seseorang hanya akan mengucapkan salam pada orang yang dia kenali saja.”
Begitu juga dikeluarkan oleh Ath Thohawiy, Ath Thobroniy, Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab dengan bentuk yang lain dari Ibnu Mas’ud . Hadits ini sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (baca: hadits marfu’). Lafazh hadits tersebut adalah:
مِنْ أَشْرَاط السَّاعَة أَنْ يَمُرّ الرَّجُل بِالْمَسْجِدِ لَا يُصَلِّي فِيهِ ، وَأَنْ لَا يُسَلِّم إِلَّا عَلَى مَنْ يَعْرِفهُ
“Di antara tanda-tanda (dekatnya) hari kiamat adalah seseorang melewati masjid yang tidak pernah dia shalat di sana, lalu dia hanya mengucapkan salam kepada orang yang dia kenali saja.” (Lihat Fathul Bari, 11: 25)
3. Mengucapkan salam kepada orang Muslim yang dikenal dan tidak dikenal menunjukkan keikhlasan karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala semata, sikap merendahkan diri dan sekaligus menyebarkan salam yang merupakan syi’ar Islam.
4. Yang dimaksud dengan mengucapkan salam kepada orang yang dikenal dan tidak dikenal dalam hadits ini adalah khusus hanya bagi orang-orang Muslim, berdasarkan penjelasan dari hadits-hadits shahih lainnya.
5. Dalam hadits ini juga terdapat keutamaan besar memberi makan kepada orang yang membutuhkannya, terutama orang-orang miskin, dengan niat ikhlas karena mengharapkan wajah Allâh Subhanahu wa Ta’ala semata-mata. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا ﴿٨﴾ إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
Dan mereka (orang-orang yang bertakwa) selalu memberikan makanan yang mereka sukai kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (Dan mereka berkata): Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan wajah Allâh, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih” [Al-Insȃn/76:8-9]