Opini : Dalam Duka Guru-Guru PAUD, Kita Belajar Arti Pengabdian yang Tak Pernah Mati

PEKALONGANMU.COM , Hari itu, Rabu, 7 Mei, mentari belum terlalu tinggi saat jalanan di Desa Kalijambe, Kecamatan Bener, Purworejo, menjadi saksi bisu atas duka yang luar biasa. Bukan sembarang duka. Bukan sekadar kabar kecelakaan biasa. Tapi sebuah kehilangan besar—yang sunyinya menggetarkan dunia pendidikan Indonesia dari akar paling dasarnya: pendidikan anak usia dini.
Sebuah angkot berisi 17 guru PAUD asal Magelang meluncur di jalan provinsi itu. Tujuannya bukan rekreasi. Bukan pelesir. Mereka menempuh perjalanan dalam balutan niat mulia: bertakziyah. Melayat seorang ulama yang wafat, KH. Barzakki. Namun niat suci itu tak sampai pada tujuannya. Sebuah truk tronton, yang diduga mengalami rem blong, meluncur tak terkendali. Dalam hitungan detik, benturan keras merenggut nyawa 11 guru PAUD di antara mereka. Guru-guru itu, para pendidik yang selama ini mengabdikan dirinya untuk membentuk generasi bangsa dari usia emas, meninggal dunia dalam perjalanan kasih.
Apa yang bisa kita katakan pada keluarga mereka hari ini?
Apa yang bisa kita ucapkan kepada anak-anak didik yang esok akan menunggu dengan riang, tak tahu bahwa guru tercinta mereka tak akan datang lagi?
Hening tak cukup mewakili luka ini. Air mata tak cukup membasuh duka yang menganga.
Mereka Adalah Para Penjaga Masa Depan
Kita sering melupakan satu hal: para guru PAUD bukan sekadar pengasuh atau penjaga anak. Mereka adalah para penjaga masa depan bangsa. Mereka menanamkan nilai pertama dalam hidup seorang anak—tentang huruf, angka, tentang tanggung jawab, tentang kasih sayang, bahkan tentang shalat pertama yang diajarkan dengan lembutnya. Mereka bukan tokoh besar di layar kaca. Bukan tokoh viral di media sosial. Tapi diam-diam, mereka adalah arsitek hati anak-anak kita.
Dan hari ini, 11 arsitek itu gugur. Dalam perjalanan mulia.
Mereka Tak Pernah Meminta Penghargaan
Kita tahu, profesi guru PAUD adalah salah satu profesi yang penuh cinta, tapi tak selalu penuh penghargaan. Banyak dari mereka bergaji kecil, jauh dari kata layak. Tapi mereka tetap datang setiap pagi, menyambut anak-anak dengan senyuman, menggandeng tangan-tangan mungil menuju kelas, dan mengisi hari dengan nyanyian, cerita, dan pelukan hangat.
Tak sedikit di antara mereka yang secara pribadi mengorbankan waktu, tenaga, bahkan uang sendiri demi kenyamanan anak didiknya. Semua dilakukan dengan satu alasan: karena mereka mencintai pekerjaan ini. Mereka mencintai anak-anak bangsa ini.
Dan karena itu pula, mereka berangkat bersama dalam mobil kecil itu. Karena cinta dan kepedulian kepada sesama.
Satu Kejadian, Dua Belas Duka
Dari kecelakaan itu, 11 nyawa guru melayang. Ditambah sang ulama yang semula hendak ditakziyahi. Satu kejadian menciptakan dua belas duka mendalam. Dua belas keluarga hancur oleh kabar tragis. Anak-anak kehilangan ibu atau ayah. Pasangan hidup kehilangan cinta. Murid kehilangan sosok yang paling mereka percaya di dunia luar rumah.
Tanyakan pada anak-anak PAUD, siapa yang mereka tunggu saat pagi? Siapa yang mereka peluk saat menangis? Siapa yang mereka ikuti dengan semangat saat belajar menulis atau mewarnai? Jawabannya hanya satu: bu guru.
Hari ini, pelukan itu hilang. Senyuman itu pergi. Tapi pengaruhnya tak akan pernah mati.
Dalam Duka, Kita Harus Bergerak
Kematian mereka bukan hanya kabar duka. Ia adalah pengingat keras bagi kita semua.
Pengingat bahwa guru-guru PAUD butuh perhatian. Bahwa mereka layak diberi perlindungan, fasilitas perjalanan yang layak, dan dukungan dalam setiap kegiatan sosial mereka.
Kenapa guru PAUD harus berdesakan dalam angkot sewaan untuk menempuh perjalanan antarkabupaten? Mengapa tak ada kendaraan aman yang difasilitasi oleh institusi atau pemerintah daerah untuk urusan kemanusiaan seperti ini?
Pertanyaan-pertanyaan itu harus kita suarakan. Jangan sampai kita hanya mengucapkan “Innalillahi…” lalu kembali lupa. Kita harus bergerak. Agar tak ada lagi kabar tragis semacam ini. Agar pengabdian guru tidak harus berakhir dengan derita yang bisa dicegah.
Mari Kembalikan Martabat Pendidik Usia Dini
Kita bisa mulai dari hal kecil. Memberi perhatian lebih. Mengakui jasa mereka. Menyuarakan hak mereka. Membantu agar ada perbaikan sistem dan perlindungan terhadap guru-guru PAUD di mana pun mereka berada.
Lebih dari itu, kita juga harus mengambil semangat pengabdian mereka sebagai teladan. Bahwa dalam dunia yang kian dingin, masih ada orang-orang yang berjalan dalam kehangatan kasih. Bahwa dalam dunia yang penuh ego, mereka hadir membawa cinta yang utuh untuk murid-muridnya, bahkan untuk sesama rekan sejawat yang wafat.
Dan hari ini, mereka gugur dengan mulia.
Doa dan Janji
Mari kita tundukkan kepala, kirimkan doa terbaik bagi mereka. Semoga Allah menerima semua pengabdian mereka sebagai amal jariyah yang tak terputus. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan keteguhan hati. Dan semoga kita, yang membaca ini, tak sekadar larut dalam haru, tapi juga bergerak dalam empati.
Karena dalam duka ini, kita menemukan pelajaran terindah: bahwa hidup adalah tentang mencintai, mengabdi, dan meninggalkan jejak kebaikan yang tak akan lekang oleh maut.
Selamat jalan, para guru PAUD terbaik. Jasa kalian tak akan pernah kami lupakan. (Dwi Taufan Hidayat)